Daftar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia – Generasi milenial sempat merasakan masa kejayaan Nokia di pasar HP. Di era 90-an hingga 2.000-an awal, produk-produk Nokia dijuluki ‘HP sejuta umat’.
Pada puncaknya, raksasa Finlandia tersebut menguasai pangsa pasar ponsel global lebih dari 40 persen. Namun, kesohorannya tak bertahan lama. Penurunan bisnis Nokia dimulai dengan penjualan bisnis telepon selulernya ke Microsoft pada tahun 2013.
Kehadiran pesaing seperti Apple, Samsung dan produsen lainnya bisa saja disalahkan atas kematian Nokia. Kendati demikian, keruntuhan Nokia sudah terjadi di internal, sebelum perusahaan-perusahaan lain memasuki pasar ponsel.
Kesuksesan Dini Nokia
Kesuksesan awal Nokia merupakan hasil dari pilihan manajemen yang visioner dan berani yang memanfaatkan teknologi inovatif perusahaan saat digitalisasi dan deregulasi jaringan telekomunikasi menyebar dengan cepat ke seluruh Eropa.
Namun pada pertengahan 1990-an, rantai pasokan yang hampir runtuh membuat Nokia berada di landasan pacu kesuksesannya. Sebagai tanggapan, sistem dan proses yang disiplin diterapkan, yang memungkinkan Nokia menjadi sangat efisien dan meningkatkan produksi dan penjualan lebih jauh lebih cepat daripada para pesaingnya.
Antara tahun 1996 dan 2000, jumlah pegawai di Nokia Mobile Phones (NMP) meningkat 150 persen menjadi 27.353, sedangkan pendapatan selama periode tersebut naik 503 persen.
Mengutip laman Knowledge Insead, Kamis (9/6/2022), pertumbuhan yang cepat ini membutuhkan biaya. Biaya yang tinggi membuat para manajer di pusat pengembangan utama Nokia mendapati diri mereka berada di bawah tekanan kinerja jangka pendek yang makin meningkat dan tidak dapat mendedikasikan waktu dan sumber daya untuk inovasi.
Pencarian “Kaki Ketiga”
Para pemimpin Nokia menyadari pentingnya menemukan apa yang mereka sebut sebagai “kaki ketiga”, sebuah area pertumbuhan baru untuk melengkapi bisnis telepon seluler dan jaringan yang sangat sukses.
Upaya mereka dimulai pada tahun 1995 dengan New Venture Board tetapi gagal mendapatkan daya tarik karena bisnis inti menjalankan aktivitas investasi mereka sendiri dan eksekutif terlalu asyik dengan mengelola pertumbuhan di area yang ada, untuk fokus menemukan pertumbuhan baru.
Upaya baru untuk menemukan langkah ketiga diluncurkan dengan Nokia Ventures Organization (NVO) di bawah kepemimpinan salah satu tim manajemen puncak Nokia.
Program visioner ini menyerap semua usaha yang ada dan mencari teknologi baru. Itu berhasil dalam arti bahwa mereka mempertahankan sejumlah proyek penting yang ditransfer ke bisnis inti.
Faktanya, banyak peluang yang diidentifikasi NVO terlalu dini. Misalnya, NVO dengan tepat mengidentifikasi “internet of things” dan menemukan peluang dalam manajemen kesehatan multimedia, area bisnis yang saat ini tumbuh pesat.
Namun, pada akhirnya semua gagal karena kontradiksi yang melekat antara ide jangka panjang dan target kinerja jangka pendek.
Mengatur ulang kesuksesan
Meskipun perusahaan sedang sukses, harga saham tinggi dan pelanggan di seluruh dunia puas dan setia, CEO Nokia Jorma Ollila makin khawatir bahwa pertumbuhan yang cepat telah menyebabkan hilangnya kelincahan dan kewirausahaan.
Antara 2001 dan 2005, sejumlah keputusan dibuat untuk mencoba menyalakan kembali dorongan dan energi Nokia sebelumnya. Namun alih-alih menghidupkan kembali Nokia, mereka justru memulai awal penurunan.
Kunci di antara keputusan ini adalah realokasi peran kepemimpinan yang penting dan reorganisasi tahun 2004 yang dilaksanakan dengan buruk ke dalam struktur.
Hal ini menyebabkan kepergian para staf penting dari tim eksekutif, yang menyebabkan kemunduran pemikiran strategis.
Pelajaran dari Nokia
Jatuhnya bisnis ponsel Nokia tidak dapat dijelaskan dengan satu jawaban sederhana. Di dalamnya sungguh kompleks, termasuk keputusan manajemen, struktur organisasi yang tidak berfungsi, birokrasi yang berkembang, dan persaingan internal. Semua hal tersebut berperan dalam mencegah Nokia mengenali peralihan dari persaingan berbasis produk ke persaingan berbasis platform.
Kisah ponsel Nokia mencontohkan sifat umum yang dilihat di perusahaan yang sudah sukses. **Menghadapi Tantangan Kesuksesan: Pelajaran dari Nokia**
Pada suatu waktu, kesuksesan Nokia dalam melahirkan konservatisme dan keangkuhan telah mengarah pada penurunan proses strategi yang kritis. Perusahaan yang dulunya menerima ide dan eksperimen baru untuk pertumbuhan, kini terjebak dalam penghindaran risiko dan kurang inovatif. Bagaimana perusahaan sebesar Nokia dapat belajar dari kesalahannya dan menghadapi tantangan masa depannya?
**Eksplorasi Opsi Bisnis Nokia**
Dikutip dari Reuters, Nokia telah lama tidak menggenjot bisnis smartphone dan lebih fokus pada bisnis jaringan. Namun, keputusan ini tidak terlepas dari kondisi profit operasional kuartal kedua yang merosot 32% akibat lemahnya permintaan peralatan konektivitas 5G. Untuk mengatasi hal ini, Nokia sedang mengeksplorasi berbagai opsi untuk bisnis jaringannya.
Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah melakukan divestasi atau menjual seluruh bisnis jaringan mobile yang diperkirakan bernilai US$ 10 miliar. Namun, opsi lainnya adalah menggabungkan bisnis dengan pesaing, seperti yang dilakukan Samsung. Perusahaan asal Korea Selatan ini telah menunjukkan minat awal untuk mengakuisisi beberapa aset Nokia guna memperkuat posisinya dalam jaringan akses yang menghubungkan ponsel dengan infrastruktur telekomunikasi.
Meski pembicaraan antara Nokia dan Samsung masih dalam tahap awal, tidak ada jaminan bahwa kesepakatan bisnis akan terjadi. Nokia sendiri tidak mengomentari rumor atau spekulasi pasar, namun tetap menegaskan komitmennya pada bisnis jaringan seluler sebagai aset strategis bagi perusahaan dan pelanggannya.
**Kolaborasi Nokia dengan Axiom Space**
Sebelumnya, Nokia dilaporkan bekerja sama dengan Axiom Space untuk menyematkan kemampuan 4G LTE pada pakaian antariksa generasi berikutnya. Kolaborasi ini bertujuan untuk mendukung misi Artemis III NASA dengan menyediakan teknologi komunikasi yang handal di luar angkasa. Langkah ini menunjukkan bahwa Nokia terus berinovasi dan menghadirkan solusi teknologi yang relevan dengan perkembangan zaman.
**Mengambil Hikmah dari Kegagalan**
Kisah perjalanan Nokia yang menghadapi tantangan kesuksesan merupakan pelajaran berharga bagi perusahaan lain yang tengah berkembang. Penting untuk selalu mempertimbangkan risiko dan tetap inovatif dalam menghadapi perubahan pasar dan teknologi. Kesuksesan bukanlah akhir dari perjalanan, namun dapat menjadi awal dari tantangan yang lebih besar di masa depan.
**Kesimpulan**
Dari perjalanan Nokia yang menghadapi tantangan kesuksesan, kita belajar bahwa konservatisme dan keangkuhan dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan. Penting bagi perusahaan untuk tetap terbuka terhadap ide dan eksperimen baru, serta siap menghadapi risiko demi mencapai kesuksesan jangka panjang. Dengan belajar dari kesalahan dan terus berinovasi, Nokia dan perusahaan lain dapat menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik.
**Saksikan Video di Bawah Ini: Peran Teknologi Robotik & AI Dukung Industri 4.0 Indonesia**
(Embed video disini)
Melalui kolaborasi dan keberanian untuk berubah, Nokia dan perusahaan lain dapat terus tumbuh dan berkembang di era digital yang penuh tantangan. Mari bersama-sama belajar dari kesuksesan dan kegagalan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Semoga artikel ini bermanfaat dan menginspirasi perjalanan bisnis Anda ke arah yang lebih baik.